PENILAIAN KURIKULUM 2013 BERDASARKAN PADA PENILAIAN AUTENTIK UNTUK PROSES DAN HASIL BELAJAR
A.
Definsi dan Makna Asesmen
Autentik
Asesmen
autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar
peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah asesmen merupakan sinonim
dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Istilah autentik merupakan
sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam
kehidupan akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik sering
dipertukarkan. Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik, tidak
lazim digunakan.
Secara
konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun.
Ketika menerapkan asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar
peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi
pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Untuk
mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen autentik,
berikut ini dikemukakan beberapa definisi.Dalam American
Librabry Association asesmen autentik didefinisikan
sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas
yang relevan dalam pembelajaran.
Dalam Newton Public School, asesmen autentik diartikan sebagai penilaian
atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata
peserta didik. Wiggins mendefinisikan
asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang
mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam
aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan
membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi
dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
B. Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013
Asesmen autentik
memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai
dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik,
baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan
lain-lain.Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka
dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat
relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang
sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata
lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian
proyek. Asesmen autentik adakalanya
disebut penilaian responsif, suatu
metode yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik
yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan
tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik
dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu
pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau hasil
pembelajaran.
Asesmen
autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan standar tes
berbasis norma, pilihan ganda,
benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola
penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang
lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik
dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama
dengan peserta didik. Dalam asesmen
autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik
dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan
dinilai.
Peserta
didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran
serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian
keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
Asesmen
autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar,
motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena
penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik
berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik
bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus
mereka lakukan.
Asesmen
autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik,
karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana
belajar tentang subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta
didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah
atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu,
guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk
materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.
C.
Asesmen Autentik dan Belajar Autentik
Asesmen
Autentik menicayakan proses belajar yang Autentik pula. Menurut Ormiston
belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh
peserta didik dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan pada
umumnya.Asesmen semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual bagi peserta didik, yang memungkinkan mereka secara nyata
menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh asesmen
autentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau
menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran,
portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan
sesuatu.
Asesmen
autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston belajar
autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam
kenyataannya di luar sekolah.Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik
penilaian. Pertama, pengukuran
langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka
panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang
luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga,
analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas
perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan
demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara
terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu
yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui
penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan
kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna
bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran
autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan
saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain
secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang
luar sekolah. Di sini, guru dan peserta didik
memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang
mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan
bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong peserta
didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis,
menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya
menjadi pengetahuan baru.
Sejalan dengan
deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru
autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada
penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi
kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik
serta desain pembelajaran.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan
dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi
pengetahuan.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik
dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen
autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun 1990an.
Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur
prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain
telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini
telah gagal memperoleh gambaran yang
utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan
dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.
Asesmen
hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum,
karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta
didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak
mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap
derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam
banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik
memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai dalam
penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian, sudah
saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan memadukan
potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen proses dan
hasil belajar yang autentik.
Data
asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan
akuntabilitas implementasi kurikulum dan
pembelajaran di kelas tertentu. Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan
metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari
asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta
didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian
berpendapat, dan sebagainya. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik
menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist)
untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam
kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat
mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa
analitik atau holistik. Analisis holistik memberikan skor keseluruhan kinerja
peserta didik, seperti menilai kompetisi Olimpiade Sains Nasional.
D.
Jenis-jenis Asesmen Autentik
Dalam rangka
melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru
harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap,
keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan
dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan
(3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa
jenis asesmen autentik disajikan berikut ini.
1.
Penilaian Kinerja
Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta
didik, khususnya dalam proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur
proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya.
Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik terhadap
kinerja peserta didik baik dalam bentuk laporan naratif mauun laporan kelas.
Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
a. Daftar cek (checklist).
Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari
indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau
tindakan.
b. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative
records). Digunakan dengan cara guru menulis laporan narasi tentang apa
yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama melakukan tindakan. Dari
laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi
standar yang ditetapkan.
c. Skala penilaian (rating
scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik berikut
predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 =
kurang sekali.
d. Memori atau ingatan (memory
approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati peserta didik ketika
melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan informasi
dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah berhasil atau belum.
Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan.
Penilaian kinerja
memerlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama,
langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu.Kedua, ketepatan
dan kelengkapan aspek kinerja yang
dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan
khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.Keempat, fokus utama
dari kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati.
Kelima, urutan dari kemampuan atau
keerampilan peserta didik yang akan diamati.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu
dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian
kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara,
misalnya, guru dapat mengobservasinya pada
konteks yang, seperti berpidato,
berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai keterampilan berbicara dimaksud. Untuk
mengamati kinerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi
perilaku, pertanyaan
langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun
penilaian kinerja. Penilaian diri merupakan suatu teknik penilaian di mana
peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan
status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya
dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk
mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
·
Penilaian ranah sikap.Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan perasaannya terhadap
suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
· Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, peserta
didik diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria
atau acuan yang telah disiapkan.
· Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta
untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil
belajar dari suatu mata pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau
acuan yang telah disiapkan.
Teknik penilaian-diri bermanfaat
memiliki beberapa manfaat positif. Pertama,
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan
melatih peserta didik berperilaku jujur.
Keempat, menumbuhkan semangat untuk
maju secara personal.
2.
Penilaian Proyek
Penilaian
proyek (project assessment) merupakan
kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut
periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa
investigasi yang
dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan, analisis, dan
penyajian data. Dengan
demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman,
mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.
Selama mengerjakan sebuah proyek
pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikan sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap penilaian proyek,
setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.
a. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan
data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh,
dan menulis laporan.
b. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
c. Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau
dihasilkan oleh peserta didik.
Penilaian
proyek berfokus pada perencanaan,
pengerjaan, danproduk proyek. Dalam kaitan ini serial kegiatan
yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan
laporan. Penilaian
proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat
dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek
sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan
untuk menilai kualitas dan bentuk
hasil akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan,
pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain),
barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam.Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk
tertentu. Penilaian
secara holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas
produk yang dihasilkan.
3.
Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio
merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan
dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi
secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi
berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio
merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio adalahkumpulan karya peserta
didik secara individu atau kelompok
pada satu periode pembelajaran
tertentu. Penilaian
terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik
sendiri.
Memalui penilaian portofolio guru akan
mengetahui perkembangan atau kemajuan
belajar peserta didik. Misalnya,
hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi,
surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan
penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar
penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai
dengan tuntutan pembelajaran.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah
seperti berikut ini.
a. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
b. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan
dibuat.
c. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah
bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
d. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang
sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
e. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
f. Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen
portofolio yang dihasilkan.
g. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian
portofolio.
4. Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik
muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang lazim dilaksanakan pada
era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap lazim
dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian.
Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah,
ya-tidak, menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai
jawaban terdiri dari
isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta
didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya
atasmateri yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif,
sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai,
peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang berbeda dengan
teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama. Misalnya,
peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan
malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam.
Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun tetap
terbuka memiliki kebenarann yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis
berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka
(extended-response) atau jawaban terbatas (restricted-response).
Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam
ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta
didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
Sumber: AdiSaputra
Adi
0 komentar:
Posting Komentar