LESSON STUDY, DARI GURU KONSERVATIF MENUJU GURU INOVATIF
Kalau kita mengartikan kata lesson study ke dalam bahasa Indonesia
dapat berarti sebagai kaji pembelajaran atau studi pembelajaran. Namun para ahli pendidikan
lebih sering menyebutnya Lesson Study. Dibandingkan
dengan Penelitian Tindakan Kelas atau PTK, maka lesson study merupakan hal yang baru di dalam dunia pendidikan
Indonesia. Mungkin didalam pikiran sebagian orang yang bergerak di dunia
pendidikan akan bertanya apa sebenarnya lesson
study? Apa bedanya dengan PTK? Apa
bedanya dengan kegiatan yang selama ini sudah dilakukan oleh guru dalam
musyawarah guru mata pelajaran (MGMP)?
Apa Itu Lesson Study?
Lesson study merupakan suatu pendekatan
peningkatan kualitas pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. Di
Negara tersebut, istilah lesson study
lebih populer dengan sebutan”Jugyokenkyu”
(Yoshida, 1999 dalam Lewis, 2002). Lesson
study mulai dipelajari di Amerika sejak dilaporkannya hasil Third International Mathematics and Science
Study (TIMSS) pada tahun 1996. Dalam laporan TIMSS tersebut, peserta didik
Jepang mempunyai rangking tertinggi dalam bidang matematika. Keberhasilan itu
salah satu faktor pendukungnya diduga adalah Jugyokenkyu tersebut. Dan orang Amerika menyebutnya sebagai Lesson Study.
Lesson study adalah suatu bentuk utama
peningkatan kualitas pembelajaran dan pengembangan keprofesionalan guru yang
dipilih oleh guru-guru Jepang. Dalam melaksanakan lesson study guru secara kolaboratif : 1) mempelajari kurikulum dan
merumuskan tujuan pembelajaran dan
tujuan pengembangan peserta didiknya (pengembangan kecakapan hidupnya), 2)
merancang pembelajaran untuk memncapai tujuan, 3) melaksanakan dan mengamati
suatu research lesson (pembelajaran
yang dikaji) dan, 4) melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang
dikaji dan menyempurnakan dan merencanakan pembelajaran berikutnya.
Menurut
Styler dan Hiebert (dalam Sparks, 1999) lesson
study adalah suatu proses kolaboratif pada sekelompok guru ketika
mengindentifikasi masalah pembelajaran, merancang suatu skenario pembelajaran
(yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik yang akan
diajarkan), membelajarkan peserta didik sesuai skenario (salah seorang guru
melaksanakan pembelajaran sementara yang lain mengamati), mengevaluasi dan
merevisi skenario pembelajaran, membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang
telah direvisi, mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagikan hasilnya dengan
guru-guru lain (mendesiminasikannnya).
Bagaimana Melaksanakan Lesson study
Secara Umum?
Robinson (2006) mengusulkan ada
delapan tahap berdasarkan banyaknya kegiatan yang diperlukan dalam pelaksanaan lesson study, yaitu sebagai berikut :
Tahap 1 : Pemilihan topik lesson study,
Tahap 2: Melakukan reviu silabus dalam upaya mendapatkan kejelasan tujuan
pembelajaran untuk topik tersebut dan mencari ide-ide dari materi yang ada
dalam buku pelajaran. Selanjutnya, bekerja dalam kelompok untuk menyusun
rencana pembelajaran, Tahap 3 : Setiap tim yang telah menyusun rencana pembelajaran
menyajikan atau mempresentasikan rencana pembelajarannya. Sementara itu
kelompok lain memberikan masukan sampai akhirnya diperoleh rencana pembelajaran
yang lebih baik, Tahap 4: Guru yang ditunjuk oleh kelompok menggunakan
masukan-masukan tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran, Tahap 5: Guru
yang ditunjuk mempresentasikan rencana pembelajarannya didepan semua angota
kelompok lesson study untuk
mendapatkan balikan, Tahap 6: Guru yang ditunjuk secara lebih detail
memperbaiki kembali rencana pembelajaran
dan mengirimkan pada semua guru anggota kelompok, sehingga mereka mengetahui
bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan dikelas, Tahap 7: Para guru dapat
mempelajari kembali rencana pembelajaran tersebut dan mempertimbangkannya dari
berbagai aspek pengalaman pembelajaran yang mereka miliki, Tahap 8: Guru yang
ditunjuk melaksanakan rencana pembelajaran di kelas. Sementara itu, guru yang
lain bersama dosen/pakar mengamati sesuai dengan tugas masing-masing untuk
member masukan kepada guru. Pertemuan refleksi segera dilakukan secepatnya
setelah kegiatan pelaksanaan pembelajaran, untuk memperoleh masukan dari guru observer, dan akhirnya komentar dari
dosen atau pakar luar tentang keseluruhan proses serta saran sebagai
peningkatan pembelajaran, jika mereka mengulang dikelas masing-masing atau
untuk topik yang berbeda.
Bagaimana Perkembangan Lesson Study?
Perkembangan
lesson study dimulai dari Jepang ketika sekelompok guru matematika aktif
menyelenggarakan lesson study pada
tahun 1970-an. Kemudian ahli pendidikan Amerika, Lewis mengadakan penelitian di Jepang dan
diterapkannya di Amerika. Dan sekarang berkembang juga di Australia, New Zeland
dan Malaysia.
Di
Indonesia lesson study dilaksanakan
sejak tahun 2006 malalui Program SISTTEMS (Strengthening
In-Service Teacher Training of Mathematics and Science Education at Secondary
Level) yang didukung Direktorat PMTK, DIKTI dan JICA. Lesson study awalnya dilakukan, terutama di tiga kota, yaitu
Sumedang, berkolaborasi dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung,
Bantul berkolaborasi dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Pasuruan
berkolaborasi dengan Universitas Negeri Malang (UNM). Pelaksanaannya ditekankan
pada tiga tahap, yaitu plan (merencanakan), do
(melaksanakan), dan see (mengamati dan sesudah itu merefleksikan hasil pengamatan)
(Sutopo dan Ibrohim, 2006). Selanjutnya lesson
study dikembangkan di tiga provinsi yaitu Sumatera Barat, Kalimantan
Selatan dan Sulawesi Utara.
Lesson study yang ada di Indonesia dapat
dibagi berdasarkan bentuk kegiatannya: Pertama, Lesson study berbasis MGMP, yakni lesson study yang dilaksanakan pada setiap hari pertemuan MGMP.
Kegiatan yang dilakukan meliputi plan
pada minggu pertama diikuti do dan see pada minggu ketiga. Kedua, Lesson study berbasis sekolah (LSBS),
yakni lesson study yang dilakukan di
suatu sekolah dengan kegiatan utama berupa open
lesson atau open class oleh
setiap guru secara bergiliran pada hari tertentu. Pada saat salah satu guru
“membuka kelas” (open class)
guru-guru yang lain disekolah bertindak sebagai observer. Setelah itu semua guru, baik guru model atau observer melakukan diskusi refleksi
untuk membahas berbagai hal yang terkait dengan fakta atau fenomena proses
belajar peserta didik yang ditemukan dalam pembelajaran tersebut.
Dari
pengalaman SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang yang telah sukses
melaksanakan LSBS, maka untuk melaksanakan LSBS diperlukan hal-hal sebagai
berikut. Pertama, Pembentukan tim pengembang akademis dan evaluasi yang
bertugas: 1)menyusun jadwal LSBS, 2) mengoreksi
perangkat pembelajaran hasil kegiatan plan
ditingkat rumpun bidang studi, 3) menyiapkan format, deskripsi tugas, tata
tertib yang diperlukan pada kegiatan LSBS, dan mengikuti kegiatan do, see dan refleksi. Kedua, Setiap
rumpun bidang studi mempunyai ketua rumpun, yaitu rumpun IPA, rumpun IPS dan
rumpun bahasa. Ketiga, format terdiri dari format untuk observer dan angket untuk siswa yang diberikan setelah selesai
pembelajaran. Keempat, tata tertib terdiri dari tata tertib untuk pengamat,
tata tertib refleksi, tata tertib moderator dan tata tertib notulen.
Dengan
melaksanakan LSBS guru dapat belajar satu sama lain dengan guru lainnya
disekolah, misalnya berlatih memberi dan menerima masukan dalam mengembangkan
RPP. Guru juga dapat belajar bagaimana melakukan berbagai inovasi pembelajaran
tanpa dibebani dengan pemikiran bagaimana pembelajaran yang dilakukan itu dapat
mengatasi masalah pembelajaran seperti yang biasa diindentifikasi dalam PTK.
Melalui LSBS guru juga dapat belajar
mengamati bagaimana peserta didik belajar. Dengan demikian, tidak
difokuskan pada bagaimana guru mengajar sehingga jika ada masukan mengenai apa
yang terjadi di kelas, guru sudah terlatih mendengarkan komentar tanpa harus
tersinggung atau sakit hati.
Berdasarkan
hal-hal yang disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa bila guru telah
melakukan LSBS di sekolahnya, maka akan lebih mudah baginya untuk melakukan
PTK. Karena lesson study mempunyai kemiripan dalam hal siklus dengan PTK. Jadi
dapat disimpulkan bahwa lebih baik menerapkan proses lesson study lebih dulu baru guru tersebut melaksanakan PTK.
Sebagai
penutup untuk tulisan ini, maka penulis mengajak semua guru untuk mengadakan lesson study karena banyak keuntungan
yang kita peroleh. Misalnya dengan berjalannnya lesson study, kita sebagai guru akan selalu belajar karena selalu
merasa kurang didalam proses pembelajaran atau akan selalu refleksi diri, dan juga
akan menutupi kekurangan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah atau
pengawas. Sehingga pada akhirnya terbentuk masyarakat belajar (learning community). Amien!
0 komentar:
Posting Komentar